Latar Belakang Masalah
Terjadinya kemajuan teknologi pada saat ini menuntut setiap bidang berbasis teknologi, maka dari itu menuntut bimbingan konseling sebagai profesi yang sedang berkembang di Indonesia untuk menggunakan teknologi informasi sebagai media mempermudah dalam melakukan kegiatan profesinya. Pelayanan melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi sangat mudah untuk diakses, ditambah dengan tidak membutuhkan biaya transportasi yang sangatlah merepotkan. Dengan adanya teknologi, pelayanan bimbingan dan konseling jadi bersifat anonim.
Bertambahnya kemajuan teknologi ini pun, menjadi mempermudah akses klien dalam melakukan konseling. Dengan melalui konseling online, klien lebih mau terbuka berbicara. Konselor pun dapat menyesuaikan terhadap kesiapan klien dalam mengambil tindakan yang diperlukan. Setelah mulai membuka komunikasi via teknologi informasi dan komunikasi awal, maka konselor berinisiatif untuk memulai semua kontak berikutnya. Melalui pelayanan TIK, format dalam proses pelayanan pun menggunakan protokol yang terstruktur. Yang kita kenal dengan konseling, yang pada saat ini konseling sudah dilakukan dengan menggunakan fasilitas internet yang biasa kita sebut dengan E-therapy yang memungkinkan tidak pernah bertatap mukanya antara konselor dan klien. Sehingga munculah beberapa isu etik yang terjadi dalam E –therapy yang perlu kita pahami sebagai calon konselor
Teknologi Informasi dalam Bimbingan dan Konseling
Dunia konseling harus bisa berkolaborasi dengan dunia teknologi dalam menghadapi dan mempertahankan keberadaan bimbingan dan konseling. Agar bisa bertahan dan diterima oleh masyarakat, maka bimbingan dan konseling harus dapat disajikan dalam bentuk yang efisien dan efektif yatiu dengan menggunakan TI.
Dunia teknologi telah merajai dunia, siapa yang menguasai teknologi maka ia menguasai dunia. Nampaknya juga BK harus mensinergiskan dengan teknologi yang sedang berkembang. Pesatnya komputer dan penyebarannya ternyata tidak berbanding lurus dengan perkembangan dunia konseling. Berbagai masalah dan tantangan dalam menggunakan ICT dalam dunia konseling dapat dikemukakan oleh pendapatnya Rahardjo (2000), Hardhono (2002) dalam (Nurhudaya dalam Ummu : 2009) antara lain :
1. keragamaan teknologi;
2. kurang mampu membeli ICT;
3. kurang kesadaran akan ketepatan penggunaan ICT;
4. informasi yang kurang komperhensif;
5. Terlalu terikat dengan menu pokok;
6. keamanan;
7. kolaborasi.
Kompetensi yang dimiliki konselor sekolah dalam menghadapi dunia teknologi nampaknya masih jauh. Hal ini dapat berakibat menjadi kultur shock antara teknologi dan kemapuan teknologi. Oleh karenanya konselor harus memiliki skill yang siap menghadapi konseli di dunia ICT ini.
Salah satu imbas teknologi informasi dalam BK diantaranya pada penyelenggaraan dukungan sistem. Dukungan sistem dapat berupa sarana-prasarana, sistem pendidikan, sistem pengajaran, visi-misi sekolah dan lain sebagainya. Berbicara sarana-prasarana, memasuki dunia globalisasi dengan pesatnya teknologi dan luasnya informasi menuntut dunia konseling untuk menyesuaikan dengan lingkungannya agar memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Oleh karenanya sekarang ini sedang berkembang apa yang dinamakan cyber-counseling. Pada hakikatnya penggunaan cyber-counseling merupakan salah satu pemanfaatan IT dalam dunia bimbingan dan konseling.
Etika untuk Konsultasi Online
Etik yang lebih dikenal dengan aturan atau tata cara dalam suatu konteks dapat dikaitkan dengan bimbingan dan konseling yang pelayanannya ditunjang oleh teknologi informasi. Dalam etika praktik konseling profesional melalui TIK adalah mengacu pada hukum dan kode etik konsultasi online, yang memberitahukan konseli tentang metode konseling juga menginformasikan proses konsultasi. Untuk menghindari kemungkinan penipuan atau main-main dalam melakukan proses konseling, maka dapat memperjelas identitas konselor atau konseli.
Analisis Teoritis
Etika dalam konseling online adalah jaminan bahwa konselor bertanggung jawab atas kegiatan bimbingan konseling organisasi professional konselor memiliki kode etik dan mengatur prilaku anggotanya. Konselor harus menjunjung tinggi etika ini dalam melakukan pekerjaannya secara online seperti halnya pada praktek di kantor. Kode etik di buat untuk melindungi klien dan menciptakan proses konseling yang efektif dan menjaga kerahasiaan konseli dan agar terjadinya proses konseling yang sesuai dengan kode etik dalam konselor. Klien seharusnya menuntut etika dari setiap konselor baik di Internet ataupun di kantor. Konselor professional online dituntut untuk sungguh-sungguh menjunjung tinggi kode etik dalam menjalankan tugas mulianya. Klien harus memastikan sertifikasi profesi konselor sebagai jaminan kesiapan menjalankan tanggung jawab mereka dengan sungguh-sungguh (Yulianti: 2004)
Satu diantaranya pertimbangan paling sering diperdebatkan saat ini adalah kemampuan konselor membantu pertimbangan dan menjaga keberlanjutan hubungan terapi. Orang-orang mengganggap konsultasi online tidak layak mempertanyakan hubungan tersebut, dengan berpendapat bahwa ini bukan cara yang akan menggantikan hubungan langsung antara klien dan konselor.
Banyak isu-isu yang terjadi di dalam dunia BK dalam penggunaan atau pemanfaatan layanan BK dengan menggunakan teknologi Informasi. Disini kami akan memaparkan beberapa isu–isu yang terjadi di Teknologi Informasi dalam bimbingan dan konseling.
Hubungan Terapi antara Konseli dan Konselor
Dalam hubungan terapi seorang konselor harus membantu dalam perkembangan, menjaga kerahasiaan dan menjaga keberlanjutannya. Tetapi orang-orang yang menganggap konsultasi online ini tidaklah layak, mempertanyakan hubungan tersebut, dengan berpendapat bahwa dengan cara konsultasi online ini bukanlah hubungan secara langsung antara konselor dengan kliennya. Dimana bila terjadi kehilangan dialog misalnya, ketika kita sedang chatting dengan klien tetapi tidak dibalas apa yang dipertanyakannya, maka akan mengganggu konselor untuk secara penuh dan efektif menggunakan gayanya sendiri dalam memberikan masukan–masukan pada saat online.
Kerahasian Masalah Konseli
Apakah kerahasiaan konseli tetap terjaga? Pertanyaan ini sering menjadi sorotan para konseli yang hendak berkonsultasi secara online.
Menurut Grohol dalam Caesar (2009) menyatakan bahwa “kerahasian di dunia online atau dunia maya sebenarnya sama dengan seperti di dunia nyata”. Berbeda lagi menurut Gellman dalam Caesar (1999) menyatakan bahwa “dalam dunia maya kerahasian permasalahan konseli adalah mitos, tidak lagi mempunyai arti baik di dunia maya atau bukan”, tetapi dia menerangkan juga bahwa tidak hanya didunia maya saja terjadi pertanyaan tentang kerahasiaan konseli, tetapi dalam dunia nyata juga kerap dipertanyakan. Ada 2 macam batasan teknis kerahasian di dunia nyata dan di dunia maya, yaitu sebagaia berikut :
a. Batasan Teknis Kerahasiaan di Dunia Nyata
Dalam dunia nyata kerahasian itu tidaklah mutlak, maksudnya tidak dijamin bahwa permasalahan itu tidak akan terkuak ke permukaan, begitu juga tidak memungkinkan adanya standar ideal kerahasian di dunia nyata. Kerahasian itu dapat terbuka ke permukaan karena keadaan tertentu, baik secara legal maupun ilegal, misalnya secara legal, hubungan seorang konselor dengan konseli tidak bisa dirahasiakan dari pengadilan (bila terjadi sesuatu dan seorang konselor dipertanyakan tentang permasalahan konselinya, maka konselor akan menghormati panggilan tertulis dari pengadilan itu, tetapi berusaha menjaga informasi yang rahasia ketika menjawab pertanyaan dari pengadilan itu), jika nyawa atau hidup konseli dipertaruhkan atau membahayakan, atau konseli yang membahayakan jiwa orang lain, maka hak kerahasian tentang permasalahan konseli secara otomatis batal, karena hak hidup lebih penting dari pada hak privasi seseorang. Secara ilegal, misalnya sekretaris atau staf yang bekerja pada konselor, walaupun mereka hanya berkaitan dengan pembayaran dan pembuatan janji. Kerahasiaan sering terbongkar dengan cara mengintip arsip dari konseli dan orang lain atau staf menguping pembicaraan antara konselor dengan konseli pada saat perbincangan. Dapat dikatrakan, bahwa ketidak telatenan seorang konselor dalam menjaga privasi konseli adalah tidak menjaga arsip-arsip tentang konseli.
a. Batasan Teknis Kerahasiaan di Dunia Maya
Sama halnya dengan dunia nyata, kerahasiaan konseli lebih dipertanyakan karena kita tidak mengetahui apa yang terjadi pada konselor itu. Misalnya, konseli belum tentu mengetahui e-mail yang dimiliki konselor itu banyak yang mengetahui apa tidak (maksudnya bisa saja kerabat atau staf seorang konselor itu mengetahui passwordnya sehingga dapat membuka e-mail tersebut dan membacanya). Batasan kerahasian yang ada di dunia maya sama seperti di dunia nyata, hanya, bedanya konselor di dunia nyata memiliki keyakinan akan kepastian informasi kontak sedangkan konselor cyberspace tidak memiliki kepastian dan keterbuktiannya, kesalahan pengiriman e-mail baik dari konselor atau klien sendiri salah mengirimkan e-mailnya. Secara ilegal, Banyaknya hacker yang merajarela, membuat semakin dipertanyakan kerahasiaannya, karena hacker itu dapat membongkar email yang dimiliki tanpa mengetahui password e-mail itu sendiri, sehingga hacker itu dapat membaca permasalahan klien.
Tingkat Keamanan E-therapy
Berbicara dengan konselor melalui internet seaman berbicara dengan orang lain yang bukan konselor. Hubungan itu akan berlangsung aman secara rahasia, walaupun tidak di jamin 100 %, karena tidak ada yang sempurna, walaupun dengan kondisi terbaik. Konsultasi online sama saja tingkat keamanannya dengan konsultasi di dalam kantor. Permasalahannya sama saja seperti yang sudah dipaparkan di atas. Jadi sebaiknya klien dapat memilih konselor yang menawarkan sistem keamanan yang baik.
Pemakaian Standar untuk Praktek Konsultasi Berbasis Internet
Sejak National Board for Certified Counselor mengumumkan pemakaian standar untuk praktek konsultasi berbasis internet tanggal 9 September 1997, profesi ini ada sebagai salah satu alternatif. Tujuan dari National Board for Certified Counselor adalah membuat standar konsultasi melalui internet adalah mengurangi pertumbuhan praktek-praktek yang tidak professional. National Board for Certified Counselor tidak melakukan penyelidikan etika tanpa kejelasan kegunaannya. Mengikuti kode etik National Board for Certified Counselor tentang praktek konseling professional, konselor online seharusnya mengacu pada hukum dan kode etik konsultasi online; memberitahukan klien tentang metoda yang dipakai untuk membantu keamanan komunikasi klien, konselor dan pengawas; meninformasikan klien, bagaimana dan berapa lama data hasil konsultasi akan disimpan; dalam situasi yang sulit dianjurkan untuk memperjelas identitas konselor atau klien; hindari atau hati-hati dengan kemungkinan penipuan, misalnya dengan menggunakan kode kata-kata, huruf dan grafik; jika diperlukan izin dari pusat atau pengawas dalam penyediaan jasa web konseling untuk anak kecil, periksa identitas pemberi izin tersebut; ikuti prosedur yang sesuai dengan informasi yang diterbitkan untuk membagi informasi klien dengan sumber lain; Pertimbangkan dengan matang tingkat penyingkapan pada klien dan berikan penyingkapan yang rasional juga oleh konselor; menyediakan link ke situs lembaga sertifikasi dan badan perjanjian yang sesuai untuk memfasiilitasi perlindungan klien; menghubungi National Board for Certified Counselor atau badan perizinan milik pemerintah tempat klien tinggal untuk mendapatkan nama atau setidaknya satu konselor dapat yang dapat dihubungi di daerah tempat tinggal klien; mendiskusikan dengan prosedur kontrak antara klien dan konselor ketika sedang offline; dan menjelaskan kepada klien kemungkinan bagaiman untuk menanggulangi kesalahpahaman yang mungkin muncul karena kurangnya petunjuk visual antara klien dan konselor.
Situs National Board for Certified Counselor menawarkan keterangan lebih spesifik setiap standar. Aturan-aturan standar ini menunjukan hal yang penting dan bersungguh-sungguh untuk mengenalkan masalah yang berkaitan dengan layana konsultasi lewat internet. American Counseling Assosiation pada bulan oktober 1999 meresmikan atau menyepakati standar etika untuk konsultasi melalui internet. Petunjuk-petunjuk memantapkan standar yang sesuai unruk penggunaan komunikasi lewat internet dan digunakan untuk menghubungkan dengan kode etik dan standar praktek konsutasi online.
Susunan standar terbaru dari American Counseling Assosiation yang hanya mengatur anggotanya lain dengan standar National Board for Certified Counselormendorong penyedia jasa menginformasikan kepada klien tentang metoda untuk kepastian dan keamanan komunikasi klien, konselor dan pengawas. Di satu sisi, sejak standar disusun, American Counseling Assosiation menekankan lebih keras standar pada konsultasi online dengan mengamanatkan akan keterbukaan komunikasi online dengan pengecualian komunikasi web yang umum (Chintya: 2010).
Analisis Praktis
Kelemahan dan Kelebihan Cybercounseling
Dalam konseling secara online, pada pelaksanaanya ada beberapa kelemahan dan kelebihan yang penjelesannya dapat dilihat dalam tabel berikut.
KELEMAHAN KELEBIHAN
– Karakteristik permasalahan divergen à Konselor abaikan aspek penting dalam Proses Konseling
– Asumsi Salah: Dalam Konseling Ada Perampasan Tujuanya ßà Teknik Ini Kurang Baik untuk Digunakan
– Belum Terdapat Data/Informasi yang Objektif dari Konseling
– Jika Konselor sebagai Inisiator Langsungà Memunculkan Distansi antara Konselor dengan Klien
– Tidak Dapat Melihat Ekspresi Mimik/ Ekspresi Nonverbal Klien
– Tidak Ekonomis Karena Klien Harus Siap dengan Tuntutan TI(K) – Dalam Prosesnya, Peran Konselor Sangat Menonjol (Konseli à Putus Asa, Rendah Diri, Cemas)
– Konselor Membantu/Mengarahkan Klien Memahami Pokok-pokok Permasalahan yang Ingin Diungkapkannya
– jika Masalah-masalah Klien Sudah Jelas (Fakta, Data, atau Informasi Lanjut) à Mengambil Langkah-langkah Konseling
– Klien yang telah mampu dan mampu menerima hasil dari pelaksanaan konseling unutk selanjutnya akan mau meneruskan konseling
– Klien Lebih Mudah Berekspresi Tanpa Takut Intervensi Langsung
– Tidak Dibatasi Ruang, Tempat, dan Waktu
Kesimpulan
Pada dasarnya etika dalam konseling melalui TI sama dengan etika dalam konseling tatap muka. Kelebihan dan kelemahan dalam konseling dapat menjadi pertimbangan kedua belah pihak, yaitu konselor dan konseli. Karena pelayanan BK melalaui TIK hanyalah sebagai alternative, jika pelayanan BK secara langsung atau tatap muka tidak memungkinkan untuk dilaksanakan.
Rekomendasi
Isu etik dan legal TI dalam BK dapat menjadi pertimbangan bagi para konselor dalam melaksanakan proses konseling. Tetapi tetap tidak menghilangkan prinsip dan cara yang sesuai dengan ketentuan proses konseling yang seharusnya.
Untuk mahasiswa, guru, konselor, siswa, dan lain lain, sekiranya perlu memahami dan mengaplikasikan mengenai perkembangan Teknologi dalam konteks pendidikan ini terutama adanya isu etik TIK dengan adanya kelemahan dan kelebihannya. Sebagai manusia yang hidup dengan berbagai kemajuan zaman serta teknologi yang semakin berkembang, telah menantang kita untuk selalu bersifat proaktif dalam menjawab bentuk peluang yang dilakukan dalam perspektif teknologi. Jauh dari semua itu, kita harus dapat memanfaatkan teknologi sebagai sarana maupun media yang digunakan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
ISU ETIK DAN LEGAL TI DALAM PELAYANAN BK
ISU ETIK DAN LEGAL TI DALAM PELAYANAN BK
Isu merupakan suatu persoalan yang terjadi. Etik merupakan suatu tatanan susila yang ada pada masyarakat atau kelompok. Legal merupakan sesuatu yang disahkan oleh aturan atau konstitusi yang ada atau sesuai dengan aturan. Teknologi Informasi merupakan suatu media yang sedang berkembang saat ini dan dapat memudahkan manusia dalam melakukan sesuatu. Pelayanan merupakan suatu bentuk melayani seseorang dari orang yang ahli. Bimbingan dan Konseling merupakan suatu proses bantuan dari konselor untuk konseli yang dilakukan secara bertahap atau sistematis agar konseli dapat berkembang secara optimal.
Etika dalam menjalankan suatu tugas profesi merupakan hal yang essensial karena menyangkut prestise dari profesi tersebut. Kode etik yang biasa terdapat pada suatu profesi termaksud profesi konselor. Kode etik ini dapat melindungi kinerja konselor agar tidak melenceng dari tugas yang seharusnya. Kode etik pula dapat membantu konseli untuk mendapatkan layanan yang efektif karena kinerja konselor diarahkan untuk memberikan layanan sesuai kode etik profesinya. Kode etik profesi konselor merupakan aturan atau pedoman atau pegangan atau tata cara pelayanan BK yang ditujukan untuk seorang yang ahli dalam profesi (konselor) dari suatu organisasi profesi atau lembaga atau pemerintah agar konselor mencapai standarisasi profesionalitas profesinya.
Kode etik dapat menjadi penunjuk arah kinerja konselor bahkan dapat juga menjadi bumerang bagi konselor gadungan. Kode etik bukanlah hal yang dapat dipermainkan karena ini menyangkut tanggung jawab konselor dan menyangkut kenyamanan konseli bagi pelayanan BK yang diberikan. Jika konseli sudah tidak membutuhkan tenaga profesi BK dikarenakan pelayanan yang diberikan merugikan konseli maka profesi ini akan gulung tikar. Kode etik konselor harus menjunjung tinggi dan menghargai martabat manusia, membentuk hubungan dengan konseli yang bersangkutan, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.
Kode etik juga berlaku pada pelayanan BK berbasis TI, seperti pelayanan e-counseling, konseling via telepon, via e-mail, dan layanan BK online lainnya. Walaupun belum ada kode etik yang jelas untuk melakukan layanan BK online tetapi konselor harus tetap memegang teguh kode etik profesi BK konvensional. Kode etik ini harus sesuai dengan undang- undang yang berlaku pada negara agar dianggap legal. ABKIN salah satu organisasi profesi konselor yang membuat kode etik profesi BK mempertimbangkan atau menyesuaikan etika layanan BK dengan kultur, karakteristik dan konstitusi bangsa Indonesia.
Dikarenakan kode etik untuk pelayanan BK online masih belum jelas maka terdapat isu-isu yang terdengar bahwa terjadi penyelewengan penyelenggaraan BK secara online. Isu – isu etik dan legal TI dalam pelayanan BK, seperti tentang pertimbangan etika untuk konsultasi secara online, kerahasiaan dan tingkat keamanan dalam pelayanan BK online, tingkat keamanan e-counseling, permasalahan bahasa dan budaya, dan kompetensi konselor dalam menggunakan TI dalam melayani konseli.
Pertimbangan etika untuk konsultasi yang dilakukan secara online kepada konseli seharusnya tetap memegang teguh dengan kode etik BK konvensional dan hanya ada beberapa bagian yang digantikan agar sesuai dengan alat teknologi yang dipergunakan untuk melakukan konsultasi tersebut. Contohnya dari isu tersebut, konsultasi yang dilakukan via telepon yang tidak menggunakan aturan yang baik ketika sedang melakukan konsultasi via telepon malah hanya seperti mengobrol biasa dengan teman sebaya atau saling curhat. Hal yang seharusnya dilakukan konselor dengan cara mengenal konseli terlebih dahulu dan dengan proses attending yang sesuai jika menggunakan telepon, dilanjutkan dengan proses pendekatan dan pengungkapan masalah dari konseli lalu beranjak ke proses pemberian saran atau bantuan. Hal ini mengunakan bahasa yang baik, sewajarnya, dan tetap sopan tetapi santai. Walaupun dianggap pendekatan yang dilakukan via online atau sebagainya itu kurang mendapatkan chemitry antara keduanya tetapi setidaknya konselor dapat memberi tindakan darurat via online tersebut dan juga pelayanan BK berbasis teknologi ini dapat menjadi layanan tambahan atau layanan awal bagi konseli yang selanjutnya dapat dilakukan dengan layanan BK konvensional.
Isu kerahasiaan dan tingkat keamanan dalam pelayanan BK online, seperti data atau masalah yang diadukan oleh individu dibaca oleh oarang lain selain konselor dan orang tersebut bukanlah orang yang berhak untuk membaca kasus konseli. Dalam konsling konvensional memang lebih aman dibandingkan dengan konseling via online sehingga data yang diberikan konseli kurang terjamin aman dan menjadi tidak rahasia lagi. Hal ini berbanding terbalik dengan azas yang harus dipegang teguh oleh konselor sehingga hal ini masih menjadi isu yang hangat pada perkembangan penggunaan TI dalam pelayanan BK di Indonesia.
Isu tingkat keamanan e-counseling sama juga dengan pelayanan BK online lainnya. E-counseling yang menggunakan internet kurang terdapat keamanannya karena dalam internet memang belum ada proteksi yang cukup kuat untuk mengamankan data.
Konseling yang dilakukan secara online terdapat banyak masalahnya dan berikut ini tipe- tipe permasalahannya, yaitu caveat merupakan dimana konselor dengan sertifikasi tidak jelas atau tidak memiliki jaminan keamanan tidak memadai, closed merupakan konselor yang sudah tidak menggunakan situsnya untuk melakukan konseling online akan tetapi masih tetap online untuk keperluan lain dan juga tidak pernah melakukan up-dating secara berkala, gone merupakan situs-situs yang sudah kadaluarsa yang pernah dilakukan untuk proses konseling online dan sudah ditutup. (Khaerunnisa dkk., 2011)
Isu permasalahan bahasa dan budaya ketika melakukan layanan BK online. Dikarenakan layanan BK via online tidak mengenal letak geografis dan waktu maka tidak menutup kemungkinan bahwa konselor mendapati konseli lintas budaya dan bahasa. Hal ini dapat bermasalah jika konselor tidak dapat memahami seluruhnya tentang bahasa dana budaya konseli sehingga terjadi miss-comunication antara konseli dan konselor. Alhasil pelayanan BK pun tidak menghasilkan hasil yang memuaskan bagi konseli.
Isu kompetensi konselor dalam menggunakan TI dalam melayani konseli. Konselor terkadang belum banyak menguasai TI dan permasalahan ini sudah sangat klasik terjadi, yaitu konselor yang gagap teknologi sehingga konselor tidak dapat melakukan pelayanan berbasis TI.
Upaya antisipasinya:
a. Mengacu pada hukum dan kode etik konsultasi online
b. Memberitahukan klien tentang metoda yang dipakai untuk membantu keamanan komunikasi klien, konselor dan pengawas.
c. Menginformasikan klien, bagaimana dan berapa lama data hasil konsultasi akan disimpan.
d. Dalam situasi yang sulit dianjurkan untuk memperjelas identitas konselor atau klien. Hindari atau hati-hati dengan kemungkinan penipuan, misalnya dengan menggunakan kode kata-kata, huruf dan grafik.
e. Jika diperlukan izin dari pusat atau pengawas dalam penyediaan jasa web konseling untuk anak kecil, periksa identitas pemberi izin tersebut.
f. Ikuti prosedur yang sesuai dengan informasi yang diterbitkan untuk membagi informasi klien dengan sumber lain.
g. Pertimbangkan dengan matang tingkat penyingkapan pada klien dan berikan penyingkapan yang rasional juga oleh konselor.
h. Menyediakan link ke situs lembaga sertifikasi dan badan perjanjian yang sesuai untuk memfasilitasi perlindungan klien.
i. Menghubungi National Board for Certified Counselor atau badan perizinan milik pemerintah tempat klien tinggal untuk mendapatkan nama atau setidaknya satu konselor dapat yang dapat dihubungi di daerah tempat tinggal klien.
j. Mendiskusikan dengan prosedur kontrak antara klien dan konselor ketika sedang offline.
k. Menjelaskan kepada klien kemungkinan bagaimana untuk menanggulangi kesalahpahaman yang mungkin muncul karena kurangnya petunjuk visual antara klien dan konselor.
DAFTAR PUSTAKA
Aridyah, Caesar. (2010).Isu Etik dan Legal TI dalam BK.[Online]. Tersedia: http: arihdyacaesar.files.wordpress.com/2010/04/6.ppt[21 Pebruari 2011].
Chintya. (2010). Isu Etik dan Legal TI dalam BK.[Online]. Tersedia:http://drizcade.wordpress.com/2010/04/18/Isu-etik-dan-legal-ti-bk/ [19 Februari 2011].
Dahlan, Djawad. 2005. Pendidikan dan konseling di era global . artikel Pelayanan Konseling di Era Global.Bandung
Hayati, Neng Sri .(2003). Layanan Konseling Individual Maelalui Elektronik Mail (E-Counseling). Skripsi Sarjana pada jurusan PPB FIP UPI Bandung: tidak diterbikan.
Yulianti, Lia.(2004). Cyber Conseling (Kajian Mengenai Konseling Melalui Internet). Tesis Program Studi BP, PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Khaerunnisa, Ririn, dkk. (2011). “Isu, Etik, dan Legal TI dalam Layanan Bimbingan dan Konseling”. Makalah pada Mata Kuliah Teknologi Informasi dalam Bimbingan dan Konseling jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI, Bandung.